Selasa, 27 Desember 2011

SARA


TUGAS PENGANTAR SOSIOOLOGI
Oleh:
Felisia Oktaviani (D0211042)

Semua orang pasti pernah mengalami konflik dalam hidupnya, karena tak ada orang yang hidup tanpa masalah. Begitu pula konflik yang pernah saya alami yang berhubungan dengan SARA karena saya lahir dari orang tua yang berbeda latar belakang suku dan budaya, ayah saya adalah keturunan Tiong Hoa sedangkan ibu saya adalah pribumi. Hal ini terkadang menimbulkan berbagai konflik didalam kehidupan saya. Seperti yang saya alami sekitar tahun 1998, saat itu umur saya masih 5 tahun. Saat saya hendak pulang dari gereja maka tiba-tiba ada seseorang  yang melempar batu kepada saya, orang itu menganggap bahwa saya adalah keturunan Tiong Hoa, sedangkan saat itu sedang terjadi kerusuhan yang melibatkan keturunan Tiong Hoa dengan kaum pribumi. Maka ibu saya segera berlari melindungi saya dan mengatakan bahwa saya  keturunan pribumi. Konflik ini dapat terselesaikan dengan menggunakan media yaitu ibu saya yang berperan sebagai pihak ketiga yang menjadi penasihat, hingga konflik tersebut dapat terselesaikan dengan cara mediasi. Konflik lain yang pernah saya alami adalah saat saya pindah ke Solo dan bergaul dengan anak-anak yang tinggal disekitar rumah. Saya sering diejek “cino”, padahal saya hanya ingin bergaul dengan mereka. Saya menyikapi masalah tersebut dengan menganggap bahwa memang didalam diri saya ada 2 suku yang berbeda, yaitu keturunan Tiong Hoa dan Jawa, jadi jika saya dipanggil “wong cino” oleh beberapa orang maka saya memang harus  berbesar hati menerimanya, karena dalam diri saya memang ada keturunan Tiong Hoa, selain itu saya juga mencoba bertoleransi dengan teman-teman yang beragama lain dengan memberi mereka waktu untuk beribadah, mengucapkan selamat Hari Raya kepada mereka di saat hari besar yang mereka rayakan, tidak makan didepan teman yang sedang berpuasa. Selain itu saya mengatasi  konflik tersebut dengan selalu mencoba membaur dan menyesuaikan diri dengan mereka, saya belajar menggunakan bahasa jawa yang baik, menolong teman tanpa memandang perbedaan. Dengan hal-hal yang saya lakukan itu maka teman-teman saya dapat menerima saya dengan baik tanpa menyinggung masalah ras lagi. Selain itu konflik yang pernah saya alami karena perkawinan amalgamasi dari orang tua saya adalah saat saya dekat dengan seorang pria keturunan Tiong Hoa, saat pria tersebut belum megetahui bahwa ibu saya adalah orang jawa asli, maka segalanya berjalan dengan baik, hingga akhirnya pria tersebut tahu bahwa saya juga keturunan orang jawa maka pria tersebut memutuskan hubungan dengan saya. Saya menganggap perbedaan budaya bukanlah menjadi pengahalang, bahkan perbedaan menjadi sesuatu yang dapat membuat hubungan antara seseorang dengan yang lain dapat saling melengkapi dan bukan sebagai penghalang. Setiap manusia pasti memiliki perbedaan, namun karena di Indonesia merupakan Negara majemuk yang terdiri dari berbagai ras, suku bangsa, agama, dll. Maka bagi para kaum minoritas yang keberadaannya sering dipandang sebelah mata. Di dalam diri saya telah saya tanamkan bahwa janganlah menjadi sesorang yang rendah diri, namun saya harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda, membaur dengan semua orang, menghargai perbedaan yang ada, menghilangkan sikap fanatisme dan egoisme yang ada, sering berkumpul dengan orang-orang yang berbeda ras dan suku budaya supaya saya dapat memahami karakter mereka, menghilangkan segala prasangka buruk yang ada,  dapat saling menyesuaikan diri, saling percaya, mengedepankan persamaan-persamaan, selalu rendah hati, dan mengesampingkan perbedaan yang ada. Karena jika kita tidak pernah mau berkumpul dengan orang dari berbagai ras, suku, agama maka saat terjadi konflik kita akan semakin sulit mangatasinya karena kita mengalami shock culture. Dan bagi beberapa orang menganggap bahwa keturunan Tiong Hoa adalah orang mampu, maka ketimpangan sosial seperti ini yang membuat kecemburuan dan menimbulkan konflik, maka dari itu kerendahan hati sangat diperlukan, seperti tidak menggunakan pakaian yang mewah saat mengikuti arisan di kampung, mau datang keacara tirakatan, dll. Sehingga dengan sering bertemu dengan mereka maka saya dapat diterima karena setiap perbuatan yang saya lakukan dapat membuat mereka nyaman berada di dekat saya.
Referensi:
4.          http://www.anneahira.com/konflik-antar-budaya.htm

INTERVIEW


 
I.                   DATA DIRI
Nama Lengkap      :Muhammad Arwan Azan Bahroni
Nama Panggilan    :Awang
NIM                      :I0507046
Prodi, Fakultas      :Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Alamat                  :Jalan nangka 2 nomor 32, perumnas palur, Jaten,
 Karanganyar
                  Nomor HP             :085642339911
                   E-Mail                  :muhammad_arwan@doramail.com

II.                INTI
A.    Riwayat Pendidikan:
Ø  Tahun 1995-1996 TK Aisyiyah 3 Ngringo, Karanganyar .
Ø  Tahun 1996-2002 SDN Ngringo 3, Jaten, Karanganyar.
Ø  Tahun 2002-2005 SMPN 4 Surakarta.
Ø  Tahun 2005-2007 SMAN 3 Surakarta.
Ø  Tahun 2007-Sekarang Teknik Kimia FT UNS.
B.     Motto Hidup: “Let It Flow”
C.    Alasan memilih Prodi Teknik Kimia:
Ø  Awalnya awang ingin mengambil jurusan design, namun orang tua tidak mengijinkannya karena jurusan design dianggap tidak memberikan masa depan yang menjanjikan. Walaupun sebenarnya ada pula keinginan untuk menjadi guru, namun karena prestise yang didapatkan dirasa kurang dan jika menjadi guru maka ia harus menggunakan pakaian seragam yang dianggap tidak fashionable, maka awang mengurunkan niatnya untuk menjadi seorang guru. Hingga akhirnya orang tua pun menyarankan awang untuk mengambil jurusan kedokteran umum, dan akhirnya ia mendaftar dengan pilihan pertama jurusan kedokteran umum di UNS dan pilihan kedua jurusan teknik kimia di UNS. Akhirnya awang pun diterima dipilihan kedua yaitu teknik kimia UNS.
D.    Kegiatan Didalam Kampus:
Ø  Himpunan mahasiswa  Teknik Kimia divisi akademi.
Ø  Semester 5 :Asisten dosen MK operasi teknik kimia 2 untuk mahasiswa semester 3.
Ø  Semester 6 :
1.      Asisten dosen MK Teknik reaksi kimia 1 untuk mahasiswa semester 4.
2.      Asisten praktikum dasar teknik kimia untuk mahasiswa semester 2.
Ø  Semester 7 :
1.      Asisten dosen MK Teknik reaksi kimia 2 untuk mahasiswa semester 5.
2.      Asisten praktikum proses kimia untuk mahasiswa semester 3.
Ø  Semester 9 : Asisten dosen MK operasi teknik kimia 2 untuk mahasiswa semester 3.
E.     Kegiatan Diluar Kampus:
Ø  Ketua klub dance simulation Pump It Up Tahun 2010-2011.
Ø  Sekertaris mua-mudi karangtaruna Tahun 2007-2008.
Ø  Guru les privat.
F.     Rencana Wisuda:
Ø  Desember 2011 sidang dan pendadaran.
Ø  Maret 2011 wisuda.


G.    Rencana Kerja:
Awang berencana untuk bekerja sebagai engineer di Oil Company (PERTAMINA) di Balikpapan. Hal ini merupakan prioritas utama yang ia rencanakan, namun jika ia tidak diterima disana maka ia pun berencana untuk melamar sebagai engineer di Oil Company (PERTAMINA) yang berlokasi di Jakarta atau di Cilacap. Ia memilih tempat tersebut karena dianggap memiliki prestise yang tinggi. Setelah ia bekerja disana untuk mengumpulkan modal, maka ia pun berencana untuk meninggalkan bidang engineering dan membuka online shop dibidang fashion. Lalu jika ia merasa sudah memiliki pelanggan yang cukup banyak dan merasa bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang baik untuk masa depan kariernya,maka awang berencana untuk membuka toko pakaian. Walaupun demikian, tidak menutup keinginannya untuk menjadi seorang dosen mata kuliah kalkulus atau kimia organik di Universitas Sebelas Maret. Hal ini adalah alternative pekerjaan yang ia rencanakan. Selain itu ada juga alternative pekerjaan yang ia rencanakan, yaitu bekerja sebagai peneliti  di bidang Botani di LIPI(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor atau bekerja di Indocement Bogor sebagai engineer.
H.    Hambatan
1.      Selama Pembelajaran:
Malas belajar adalah hambatan yang paling mengganggunya, akibat dari rasa malas tersebut maka ia pun sering datang terlambat ke kampus. Rasa malas ini timbul karena ia merasa bahwa kurangnya persaingan antar mahasiswa, tidak seperti saat di SMA dahulu yang saling bersaing untuk mendapat nilai tertinggi, ranking  di kelas, dll. Saat awal berkuliah, ia juga merasa salah mengambil jurusan, karena ternyata di Teknik Kimia lebih banyak membahas tentang fisika dan matematika, sedangkan awang merasa agak kesulitan dan tidak menyukai bidang fisika. Awang pun juga pernah mendapat nilai D untuk pertama kalinya karena ia menyingkat tulisan saat ujian, maka ia pun harus mengulang salah satu mata kuliah tersebut. Jadwal yang begitu padat membuat dirinya agak kesulitan menyesuaikan jadwal untuk mengulang salah satu mata kuliah tersebut.
2.      Penggarapan Tugas Akhir:
Perbedaan pendapat dengan dosen tentang konsep yang ia buat adalah masalah yang ia hadapi saat mengerjakan tugas akhir. Awang dan dosen pembimbingnya pun memiliki pola pikir dan pendapat yang tidak sejalan. Hal ini dirasa sangat menghambat pengerjaan tugas akhirnya karena ia harus mengulang beberapa hal yang telah direncanakan secara matang. Saat mengerjakan laporan kerja praktek pun ia juga mendapat dosen yang dianggap killer dan memiliki peraturan yang sangat ketat. Hal ini sering kali membuat ia tidak nyaman sehingga mood untuk mengerjakan laporan pun menjadi hilang.
I.       KEBERHASILAN
Ø  IPK tertinggi seangkatan
Ø  IPK cumlaude
Ø  Penelitian dibidang adsorbsi logam berat berhasil diseminarkan di Seminar Nasional Tahun 2010 di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ø  Kerja praktek di PT. Badak MGL di Bontang Kalimantan Timur.
Ø  Peraih beasiswa PPA Tahun 2010.
Ø  Finalis lomba Indonesia Pump Festival Tahun 2010.



J.      PENUTUP
1.      Sampel Pertanyaan:
Ø  Apa alasan anda memilih jurusan Teknik Kimia?
Ø  Apa saja hambatan yang anda lalui selama masa perkuliahan?
Ø  Prestasi apa saja yang anda dapatkan?
Ø  Kegiatan apa saja yang anda ikuti di dalam kampus?

POLITIK


TUGAS PENGANTAR ILMU POLITIK
Dirancang Oleh:
Felisia Oktaviani
D0211042

Siapakah Indonesia menurut anda?
Kata Indonesia bukanlah kata yang asing bagi kita, karena sejak lahir pun kita sudah sangat sering mendengar kata Indonesia. Bahkan sejak duduk di bangku sekolah dasar hinga barada diperkuliahan kita telah mempelajari pendidikan kewarganegaraan. Namun guru, orang tua, pemerintah, bahkan kita sendiri pun selalu lupa memahami dan memaknai arti kata Indonesia itu sendiri karena terlalu sering diri kita menyebut dan mendengarnya. Sedangkan banggakah kita dengan Negara Indonesia? apakah dengan menghafal pancasila, lambing-lambang Negara dan rutin mengikuti upacara sudah cukup menunjukkan bahwa kita mencintai dan  menghormati Negara Indonesia? jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak, karena pengabdian terhadap bangsa dan Negara tidak cukup hanya dengan  menghafal pancasila, lambing-lambang Negara dan rutin mengikuti upacara, namun juga dengan membayar pajak secara jujur, tidak melakukan korupsi, memenangkan perlombaan bertaraf internasional sehingga dapat membantu melancarkan pembangunan nasional dan juga mengharumkan nama Indonesia agar dikenal baik oleh Negara lain.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang di garis khatulistiwa sepanjang 3200 mil (5.120 km2) dan terdiri atas kurang lebih 13.667 pulau besar dan kecil. Nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, kata Indo yang berarti Indoa dan Nesia yang berarti kepulauan. Indonesia juga merupakan 1/5 populasi terbesar di dunia dengan penduduk yang berasal dari ras Melayu dan Polinesia serta terdiri dari 300 suku dan cabangnya yang masing-masing suku memiliki tradisi sendiri.     
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Meskipun demikian, antara manusia yang satu dengan yang lain tidak dapat hidup sendiri. Manusia senantiasa membutuhkan orang lain. Maka dari itu pada akhirnya manusia hidup berkelompok-kelompok. Pada mulanya manusia hidup dalam kelompok keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok yang lebih besar seperti suku, masyarakat, bangsa, atau Negara yang dipimpin oleh seseorang yang dianggap paling berpengaruh. Salah satu contoh negara di dunia ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kita adalah bangsa Indonesia yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Definisi “bangsa” dan “negara” memiliki perbedaan. Bangsa adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya. Bangsa juga merupakan persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan setiap anggota persekutuan hidup tersebut merasa memiliki kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat.
Berdasarkan pengertian tersebut bangsa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·         sekelompok manusia yang memiliki rasa kebersamaan.
·         tingal di wilayah tertentu, tetapi tidak memiliki pemerintah sendiri.
·         ada kehendak bersama untuk membentuk atau berada di bawah pemerintahan yang dibuatnya sendiri.
·         keanggotaan orangnya bersifat kebangsaan atau nasionalitas.
·         memiliki masa lalu yang sama
·         memiliki penderitaan yang sama
·         memiliki tujuan yang sama
·         memiliki tekad membangun masa depan secara politik
·         tidak dapat ditentukan secara pasti waktu kelahirannya, misalnya bangsa Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada bangsa Indonesia.
·         dapat terjadi karena kesamaan identitas budaya, agama, dan bahasa sehingga dapat dibedakan dengan bangsa lainnya.
Dan Indonesia juga merupakan sebuah penemuan politik (political invention) terbesar sepanjang abad ke-20. Hal itu dimulai secara ‘relatif sederhana’ ketika beberapa pengembara dan ilmuwan dari berbagai negara ingin menemukan nama yang lebih pas untuk kepulauan Nusantara. Sebagaimana diungkapkan sejarawan Australia, RE Elson, dalam The Idea of Indonesia: A History (Cambridge, 2008), tidak ada seorang pun yang dapat memberikan nama yang pasti bagi kawasan ini sampai awal abad ke-20. Bahkan beragam sebutan diberikan kepada Indonesia. Namun pada akhirnya terdapat beberapa sebutan bagi Indonesia, diantaranya:
Ø  para pengembara Asia menyebutnya sebagai wilayah ‘Laut Selatan’ atau ‘Kepulauan Timur’.
Ø  sumber-sumber Arab  menyebutnya sebagai ‘negeri bawah angin’ dan kemudian sebagai ‘negeri bangsa Jawi’.
Ø  pengembara dan administratur Belanda menyebutnya sebagai Indies, Hindia Timur, Hindia Belanda, Insulinde, dan Nederland Tropis.

Menurut Elson, kata ‘Indonesia’ pertama kali dibuat (manufactured) pada tahun 1850 oleh pengembara dan pengamat sosial Inggris yang bernama George Samuel Windsor-Earl dalam bentuk ‘Indu-nesia’. Namun pada tahun 1877  istilah ‘Indonesia’ digunakan antropolog Prancis yang bernama ET Hamy  untuk mengacu kepada kelompok rasial yang mendiami kepulauan ini. Dan sejak itu berbagai ilmuwan mulai dari antropolog Inggris, AH Keane; linguis Inggris, NH Dennys; etnografer Jerman, Adolf Bastian; etnolog Belanda, GA Wilken; linguis Belanda, H Kern; sampai penasihat Belanda, Snouck Hurgronje, menggunakan nama ”Indonesia” untuk mengacu kepada wilayah dan penduduk Kepulauan Nusantara. Nama Indonesia yang begitu banyak dan meluas tentu saja dapat menimbulkan implikasi politis. Nama boleh saja ditemukan orang asing, namun masyarakat di Kepulauan Nusantara memperoleh berkah dengan adanya kini sebuah nama untuk mengacu kepada wilayah geografis yang mereka diami bersama, sekaligus sebagai ”bangsa” dengan apa pun bentuk, perbedaan, suku, ras, namun akhirnya tetap satu yaitu ”Indonesia”.
Kejadian-kejadian yang berpengaruh bagi bangsa Indonesia dan bagi para pengamat politis sudah kita ketahui sejak munculnya gerakan-gerakan nasional yang berorientasi pada keindonesiaan, mulai dari Sarekat Islam, Budi Utomo, sampai kebangkitan Sumpah Pemuda 1928 yang menguatkan ide Indonesia. Bahkan perwujudannya dalam bentuk Negara dan bangsa pun juga masih memerlukan perjalanan panjang seperti melewati Perang Dunia II. Begitu kemerdekaan tercapai, perjalanan memperkuat rasa cinta, bangga dan hormat terhadap Indonesia di tangan Bangsa Indonesia sendiri terbukti bukanlah hal mudah. Sang proklamator kita Soekarno-Hatta yang 66 tahun lalu telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia lalu kemerdekaan tersebut dipertahankan melalui revolusi yang membuat kagum negara-negara terjajah lainnya harus terpuruk dalam keruntuhan hukum, praktik korupsi yang merajalela, dan hak asasi manusia yang diinjak-injak. Bangsa Indonesia yang dulunya penuh kebanggaan menyebut dirinya sebagai orang Indonesia sekarang justru malu mengakui sebagai bangsa dan warganegara Indonesia.
Indonesia pada masa Soeharto sebagai pengejawantahan atas paham negara integralis-nya Supomo. Didukung tentara visi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga keinginan rakyatnya untuk berpolitik diredam untuk menghindari kekacauan ideologis yang berujung pada ketidakpastian ekonomi seperti yang terjadi pada periode-periode sebelumnya. Partai politik diringkas dan gagasan oposisi ditolak karena dianggap tidak sesuai dengan struktur sosial Indonesia yang sedang membangun. Menurut mantan presiden Soeharto bahwa pembangunan hanya bisa berhasil jika ada kesatuan dalam bangsa Indonesia. Dalam kasus ini persatuan adalah penyeragaman pendapat, adanya saling toleransi, menghargai perbedaan.
Pasca lengsernya Soeharto yang dibarengi dengan bencana ekonomi pada tahun 1997-1998 serta ketidakpuasan terhadap arah reformasi meningkatkan kecemasan akan masa depan, bentuk, dan identitas Indonesia. Semangat untuk menonjolkan identitas lokal dan agama semakin melejit. Sementara para elite justru menganggap dirinyalah yang paling berkuasa, saling bertengkar sekadar untuk meraih kekuasaan semata, bahkan para wakil rakyat pun enggan untuk menjenguk keadaan para rakyatnya sendiri. Indonesia hanyalah sebagai sebuah entitas politis yang terlahir relatif baru di awal abad 20. Lebih lambat dibandingkan negara terjajah lainnya, seperti China yang pada tahun 1912 telah menyatakan kemerdekaan.
Pendidikan dari bangsa Belanda yang meskipun hanya diberikan secara terbatas kepada kelompok “ningrat” bumiputera, namun memberikan alat analisis yang membentuk kesadaran pribumi mengenai posisi dirinya di dalam sebuah tatanan sosial. Melalui pendidikan pula, sekelompok mahasiswa di sekolah kedokteran STOVIA membentuk Budi Utomo yang hari lahirnya diperingati sebagai titik awal kebangkitan nasional. Namun cita rasa kebangkitan itu tidak memberikan hal yang baru dan luas karena hanya bercita-cita “ingin memajukan kerja sama untuk pembangunan tanah dan rakyat Jawa dan Madura secara harmonis.”
Karena mereka pernah menimbang-nimbang gagasan yang lebih radikal, “membantu pembangunan Hindia Belanda secara keseluruhan, supaya seluruh Hindia Belanda bisa maju dan segenap rakyatnya bersatu.” Namun, Budi Utomo tidak pernah berani beranjak lebih jauh karena paham asosiasionis serta anggotanya yang birokrat pemerintah kolonial. Kenyataan inilah yang membuat kecewa Tjipto Mangoenkoesoemo, seorang dokter Jawa yang pernah menerima penghargaan dari pemerintah karena berjasa memberantas penyakit pes. Bersama Soewardi Soeryaningrat dan Douwes Dekker, Tjipto mendirikan Indische Partij pada 1912, yang pemikirannya jauh melampaui gagasan kelompok pribumi terdidik lain pada zamannya.
Rasa supra-lokalisme mereka pakai sebagai batu loncatan untuk melakukan lompatan imajinasi yang revolusioner untuk menyusun konsep masyarakat-masyarakat kepulauan Hindia sebagai kesatuan secara politis dan bukan hanya secara geografis, apalagi ketundukan politis. Bagi tiga serangkai itu, yang memberikan kekuatan kepada gagasan Indonesia bukanlah kesatuan yang dibangun atas solidaritas etnis atau ras, keterikatan agama, atau kedekatan geografis, melainkan rasa kesamaan pengalaman dan solidaritas khusus yang mengalir darinya. Pengalaman itu adalah rasa sama-sama ditindas oleh kolonialisme. Akhirnya karena pemikirannya itulah Indische Partij dilarang dan tiga serangkai pemimpinnya dibuang ke Negeri Belanda setahun setelah berdiri.
            Bahkan kelompok mahasiswa Indische Vereeniging yang telah mengganti nama menjadi Indonesische Vereeniging kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Cita-cita besar PI tertulis dalam nama jurnal bulanan yang mereka terbitkan dengan judul Indonesia Merdeka pada tahun 1924. Indonesia yang merdeka dan berdaulat dengan pemerintahan dan parlemen sendiri akhirnya menemukan bentuknya dengan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hingga Konferensi Meja Bundar menyepakati penyerahan dan pengakuan kedaulatan pada November 1949.
            Negara-bangsa Indonesia adalah gagasan yang nyaris mustahil terjadi. Karena telah kita ketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan suku bangsa, bahasa, dan agama yang sangat beragam, bisa dikatakan bahwa tidak ada unsur yang dapat menjadi pemersatu. Ditambah lagi kepicikan serta keegoisan para elite politik yang memaksakan kehendaknya tanpa melalui dialog yang intensif untuk mencari titik temu semakin menjauhkan dari kesatuan nasional Indonesia. Akibatnya, sejak gagasan tentang Indonesia muncul seabad lalu, Indonesia terus menampilkan sejarah yang saling menyusul dan terkadang dinodai dengan kekerasan berdarah hanya untuk memperjelas, menetapkan, dan menerapkan makna menjadi Indonesia.
Tugas kita sebagai bangsa Indonesia untuk terus merenungi makna menjadi bagian dari Indonesia untuk menata masa depan yang lebih baik. Tantangan Indonesia pascaSoeharto adalah mencegah keputusan politik sebagai perkara keputusan pribadi dengan menempatkan rakyat sebagai pusat dari kegiatan politik itu sendiri. Pemilu 2009 merupakan momentum bagi bangsa ini untuk terus-menerus menjaga vitalitas identitas dan gagasan tentang Indonesia yang mendasarkan pada kedaulatan rakyat lewat keadilan sosial-ekonomi, pelibatan politik, dan kesetaraan di mata hukum. Dengan pemilihan presiden secara langsung serta keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa anggota legislatif ditentukan berdasarkan suara terbanyak semakin menegaskan bahwa tugas pemimpin tidak lagi sekadar mengayomi, melainkan mengajak bicara dan melibatkan rakyat. Dengan kata lain, tanggung jawab pemimpin adalah kepada rakyat bukan partai politik.
Banyak rakyat Indonesia memaknai kemenangan Obama merupakan kemenangan warga Indonesia. Hal ini terjadi karena Obama pernah tinggal di Indonesia. Padahal seharusnya rakyat Indonesia memaknai kemenangan Obama sebagai sebuah tantangan dan inspirasi dimana beranikah kita melakukan lompatan revolusioner pada pemilu mendatang untuk memilih presiden dengan sosok seperti Obama yang berasal dari kelompok minoritas?

Kesimpulan:
Kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan oleh para pahlawan di masa lalu merupakan tugas dan tanggung jawab bagi kami kawula muda untuk meneruskan dan mengembangkan pembangunan nasional. Rasa cinta tanah air pun juga harus semakin dibangun agar para penerus bangsa tidak megulangi kesalahan yang dilakukan oleh para pemimpin saat ini. Seperti melakukan tindakan korupsi, terjerat skandal sex, anggapan bahwa dirinya adalah yang paling berkuasa, kolusi, nepotisme, dll. Bahkan sebagai wakil rakyat seharusnya sering-sering melakukan kunjungan untuk mengetahui secra riil tentang kehidupan rakyat yang dipimpinnya, dimana pendapat mereka lah yang membuat mereka mendapatkan jabatan. Sehingga para wakil rakyat dimana mereka yang makan dan hidup dari uang rakyat juga dapat merasakan kesuliatan, keterpurukan rakyat Indonesia.
            Keragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia bukanlah penghalang untuk mempersatukan bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia tetap satu dan disatukan oleh satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Bahkan dengan keragaman yang ada merupakan cirri khas dan keunikan dari bangsa Indonesia dan menjadi daya tarik bangsa Indonesia di negara-negara lain. Rasa toleransi, saling menghargai pendapat orang lain, saling tolong menolong, menghilangkan rasa eksklusif dalam kelompok adalah sedikit cara untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam budaya. Karena bangsa Indonesia hanya satu namun terdiri dari bermacam-macam ras, agama, suku, dll. Ketahan nasional juga perlu diperhatikan, hal itu dapat kita lakukan dengan lebih berhati-hati dengan tawaran pekerjaan, hadiah yang diberikan oleh bangsa lain. Jangan hanya untuk kepentingan pribadi maka kita menerima tawaran suap, pindah kewarganegaraan, dll.

2.      http://wahyuancol.wordpress.com/2009/01/31/apa-arti-indonesia-bagi-kita/ (Diakses tanggal 20 September 2011)
3.      http://sarapanpagi.wordpress.com/2009/02/07/mencari-makna-indonesia/ (Diakses tanggal 20 September 2011)